RIBATH NURUL HIDAYAH

KUMPULAN HASIL BAHTSUL MASAIL

Kamis, 05 November 2009

Permasalahan Seputar Bersuci

1. Sering kita temui di sebagian masjid atau musalla terkena najis hukmiyyah (najis yang tinggal bekasnya) misalnya air kencing kemudian lantai tersebut dilewati orang-orang yang kakinya masih basah,

Pertanyaan:

Wajibkah kita membasuh lantai yang terlewati atau hanya lantai yang kena najis saja?

Jawaban:

Kita tidak perlu membasuh seluruh lantai masjid yang dilewati,akan tetapi yang wajib di basuh adalah lantai yang kena najis saja,karena yang di lewati masih diragukan najisnya.

Maraji’: (Bughyatul Mustarsydin)

2. Banyak terjadi dimasyarakat khususnya anak-anak muda yang menggunakan minyak rambut (krim) untuk menambah harum rambutnya.

Pertanyaan:

Bagaimana wudlunya seseorang yang dalam pembasuhan rambut hanya di atas rambut yang ada krimnya (minyak rambut)?

Jawaban:

Hukumnya sah dengan syarat minyak tersebut sudah mencairserta tinggal bekasnya saja(tidak ada krimnya)tidak sah apabila miynak tersebu masih berupa krim atau sudah mencair namun masih ada zdatnya.

Maraji’: (Hasiyah al Kurdy)

3. Air kolam tempat membasuh kaki yang mencapai dua kolah seperti yang ada di masjid-masjid berubah warna dan baunya.

Pertanyaan:

Bagaimana hukum air tersebut apakah masih suci mensucikan(thohir muthohir).

Jawaban:

Hukum air tersebut tetap suci mensucikan kecuali kalau perubahanya jelas di sebabkan oleh najis maka hukum air tersebut najis.

Maraji’: (Bujairomi alal Manhaj)

4. Alqur’an sebagai firman Allah SWT harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Salah satunya ialah larangan menyentuh Mushaf AlQuran jika dalam keadaan tidak suci (hadats). Bagaimana dasarnya?

Jawaban:

Larangan ini berasal dari firman Allah dalam Surat Al-Waqiah:79-80 yang artinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci. Yang diturunkan dari Tuhan alam semesta” Ada yang mengatakan dalil ini tidak dapat menjadi dasar karena yang dimaksud adalah alQuran yang ada di Lauhil Mahfudz sehingga yang bisa menyentuhnya hanya orang suci (malaikat). Menanggapi hal ini, Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni dalam Hawaai’ alBayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam mengutip pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan: “Tentang hukum ini, Ibn Taimiyah berdalil dengan cara yang sangat halus.

Beliau berkata, “Ayat tersebut menunjukkan hukum (keharaman menyentuh AlQuran bagi yang tidak punya wudu)” dengan jalan isyarah. Jika Allah menyebutkan bahwa mushaf yang suci itu (di lauhil mahfudz) tidak dapat disentuh kecuali orang suci (malaikat), maka begitu pula mushaf yang ada di hadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci (dari hadats)” Saya berpendapat, inilah pendapat yang benar dan harus diikuti. Yakni pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama tentang keharaman menyentuh mushaf Quran dalam keadaan tidak suci.” Bahkan dalam Hadits Nabi dinyatakan. “Dari Abi Bakar bin Muhammad ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah pernah menulis surat kepada penduduk Yaman agar tidak menyentuh AlQuran kecuali orang yang suci (punya wudu)”. Jadi, sudah jelas hal tersebut ada dasarnya, Namun terdapat pengecualian bagi anak kecil yang belum baligh dan untuk keperluan belajar atau karena udzur syar’i yang lain.

Maraji’: (Surat Al-Waqiah:79-80, Hawaai’ alBayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar