RIBATH NURUL HIDAYAH

KUMPULAN HASIL BAHTSUL MASAIL

Kamis, 05 November 2009

Permasalahan Seputar Keyakinan

1. Memasang Jimat

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dalam kehidupan sehari-hari, terutama di masyarakat awam kita tidak bisa lepas dari urusan magig, terutama jimat. Jimat sangat kental dalam kehidupan kami. Tapi kami bingung, sebab di televisi seorang kiai mengharamkan, sementara kiai yang lain memperbolehkan. Sebenarnya manakah yang benar dalam hal ini menurut pandangan Syara'? Tolong dijelaskan berikut dalil dan referensinya.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahmadi, Ngelo, Tambakromo, Malo, Bojonegoro

Jawaban:

Dalam masalah ini sebenarnya ada satu hal bisa kita jadikan sebuah ukuran antara boleh dan tidaknya mempergunakan jimat (rajah). Yaitu, jika seseorang meyakini jimat itu hanya sebagai media atau perantara (sababiyah) atas terjadinya sesuatu, sedangkan yang menentukan segalanya adalah Allah Subhanahu wata'ala, maka diperbolehkan (tidak haram). Hal yang sama pernah dilakukan oleh sahabat Khalid bin Walid Radliyallahu anhu pernah menyimpan rambutnya Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam dalam kopyahnya. Namun sebaliknya, jika dia meyakini bahwa yang menentukan segalanya adalah jimat tersebut (bukan Allah Subhanahu wata'ala) yang hal ini mengandung unsur syirik (menyekutukan Allah Subhanahu wata'ala), maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukum nyuwuk disamakan dengan hukum jimat.

Maraji': Durrul Farid 325

Permasalahan Seputar Bersuci

1. Sering kita temui di sebagian masjid atau musalla terkena najis hukmiyyah (najis yang tinggal bekasnya) misalnya air kencing kemudian lantai tersebut dilewati orang-orang yang kakinya masih basah,

Pertanyaan:

Wajibkah kita membasuh lantai yang terlewati atau hanya lantai yang kena najis saja?

Jawaban:

Kita tidak perlu membasuh seluruh lantai masjid yang dilewati,akan tetapi yang wajib di basuh adalah lantai yang kena najis saja,karena yang di lewati masih diragukan najisnya.

Maraji’: (Bughyatul Mustarsydin)

2. Banyak terjadi dimasyarakat khususnya anak-anak muda yang menggunakan minyak rambut (krim) untuk menambah harum rambutnya.

Pertanyaan:

Bagaimana wudlunya seseorang yang dalam pembasuhan rambut hanya di atas rambut yang ada krimnya (minyak rambut)?

Jawaban:

Hukumnya sah dengan syarat minyak tersebut sudah mencairserta tinggal bekasnya saja(tidak ada krimnya)tidak sah apabila miynak tersebu masih berupa krim atau sudah mencair namun masih ada zdatnya.

Maraji’: (Hasiyah al Kurdy)

3. Air kolam tempat membasuh kaki yang mencapai dua kolah seperti yang ada di masjid-masjid berubah warna dan baunya.

Pertanyaan:

Bagaimana hukum air tersebut apakah masih suci mensucikan(thohir muthohir).

Jawaban:

Hukum air tersebut tetap suci mensucikan kecuali kalau perubahanya jelas di sebabkan oleh najis maka hukum air tersebut najis.

Maraji’: (Bujairomi alal Manhaj)

4. Alqur’an sebagai firman Allah SWT harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Salah satunya ialah larangan menyentuh Mushaf AlQuran jika dalam keadaan tidak suci (hadats). Bagaimana dasarnya?

Jawaban:

Larangan ini berasal dari firman Allah dalam Surat Al-Waqiah:79-80 yang artinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci. Yang diturunkan dari Tuhan alam semesta” Ada yang mengatakan dalil ini tidak dapat menjadi dasar karena yang dimaksud adalah alQuran yang ada di Lauhil Mahfudz sehingga yang bisa menyentuhnya hanya orang suci (malaikat). Menanggapi hal ini, Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni dalam Hawaai’ alBayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam mengutip pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan: “Tentang hukum ini, Ibn Taimiyah berdalil dengan cara yang sangat halus.

Beliau berkata, “Ayat tersebut menunjukkan hukum (keharaman menyentuh AlQuran bagi yang tidak punya wudu)” dengan jalan isyarah. Jika Allah menyebutkan bahwa mushaf yang suci itu (di lauhil mahfudz) tidak dapat disentuh kecuali orang suci (malaikat), maka begitu pula mushaf yang ada di hadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci (dari hadats)” Saya berpendapat, inilah pendapat yang benar dan harus diikuti. Yakni pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama tentang keharaman menyentuh mushaf Quran dalam keadaan tidak suci.” Bahkan dalam Hadits Nabi dinyatakan. “Dari Abi Bakar bin Muhammad ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah pernah menulis surat kepada penduduk Yaman agar tidak menyentuh AlQuran kecuali orang yang suci (punya wudu)”. Jadi, sudah jelas hal tersebut ada dasarnya, Namun terdapat pengecualian bagi anak kecil yang belum baligh dan untuk keperluan belajar atau karena udzur syar’i yang lain.

Maraji’: (Surat Al-Waqiah:79-80, Hawaai’ alBayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam)

Permasalahan Seputar Adzan, Sholat, dan Khotbah

1. Ada seorang yang bepergian jauh,di waktu dhuhur niat menjama’takhir sholat dhuhur dengan sholat ashar,tetapi pada waktu ashar dia sudah sampai di rumahdan belum melakukan sholat jama’.

Pertanyaan:

Bagaimana status sholat dhuhur tadi termasuk sholat jama’ atau qodlo?

Jawaban:

Sholat dhuhurnya termasuk qodlo.

Maraji’: (Fathul Wahab).

2. Sering kita temui seorang yang tidur setelah masuk waktu sholat dan bangun waktu sholat sudah habis.

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya tidurnya orang tersebut?

Jawaban:

Hukumnya haram kecuali dia yaqin bangun pada sa’at waktu solat belum habis.

Maraji’: (Al Jamal)

3. Bagaimana sikap ma’mum di waktu imam berdiri melakukan raka’at tambahan,seperti melakukan raka’at kelima?

Jawaban :

Bagi ma’mum yang mengetahui hal itu merupakan raka’at tambahan,tidak boleh mengikutinya,sekalipun ia ma’mum masbuq,melainkan wajib bagi ma’amum untuk mufaroqoh(memisah dari imam)dan salam sendiri atau menunggu salam bersama imam.Sedangkan bagi ma’mum yang tidak tahu itu raka’at tambahan dan dia mengikutinya maka solatnya tidak batal,bagi yang tahu itu rokaat tambahan dan mengikutinya maka solatnya batal.

Maraji’: (Fathul Muin Hamizy I’anah tholibin juz 11,43)

4. Sahkah sholatnya orang yang menoleh ke kiri di saat salam pertama?.

Jawaban: Sah

Maraji’: (Ibarot: AlBajuri I/158)

5. Bagaimana dengan orang selain makmum solat (imam/ munfarid) lupa tidak tertib dengan meninggalkan rukun misalnya sujud sebelum ruku atau ruku sebelum membaca AlFatihah?

Jawaban:

Jika ingatnya setelah melakukan rukun yang sama dengan yang ditinggalkan atau rukun setelahnya, maka wajib meneruskan solat dan menambah 1 rokaat. Jika ingatnya sebelum melaksanakan rukun yang sama dengan yang ditinggalkan, maka wajib mengulangi rukun yang ditinggalkan.

Maraji’: (Kitab: Sulamut Taufiq)

6. Syarat khutbah Jum’at memang harus dengan Bahasa Arab, namun melihat kenyataan kondisi masyarakat kita yang tidak dapat memahami Bahasa Arab dengan baik, sehingga sebagian besar khotib Jum’at menyisipkan khutbah Bahasa Indonesia di tengah-tengah khutbah Bahasa Arab tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya, pantaskah atau bolehkah khutbah Jum’at memakai Bahasa Arab secara keseluruhan, padahal sebagaian besar jamaah adalah orang awam yang pasti tidak memahami Bahasa Arab?

Jawaban:

Khutbah Jum’at itu memang harus menggunakan Bahasa Arab, meski semua jamaahnya terdiri dari orang awam yang tidak mengerti artinya. Namun keharusan menggunakan Bahasa Arab itu dikhususkan pada rukun-rukun khutbah saja. Artinya, selain rukun khutbah, kita bisa memakai bahasa lain. Jadi, cara khutbah di komunitas kita yang paling bijak adalah khutbah dengan Bahasa Arab yang meliputi semua rukun-rukunnya, lalu diterangkan dengan menggunakan bahasa yang lebih bisa dimengerti oleh jamaah.

Maraji’: (Hamisy I’anah, II, 69).

Permasalahan Seputar AlQur'an, Bacaan, dan Doa

1. Alqur’an sebagai firman Allah SWT harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Salah satunya ialah larangan menyentuh Mushaf AlQuran jika dalam keadaan tidak suci (hadats). Bagaimana dasarnya?

Jawaban :

Larangan ini berasal dari firman Allah dalam Surat Al-Waqiah:79-80 yang artinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci. Yang diturunkan dari Tuhan alam semesta” Ada yang mengatakan dalil ini tidak dapat menjadi dasar karena yang dimaksud adalah alQuran yang ada di Lauhil Mahfudz sehingga yang bisa menyentuhnya hanya orang suci (malaikat). Menanggapi hal ini, Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni dalam Hawaai’ alBayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam mengutip pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan: “Tentang hukum ini, Ibn Taimiyah berdalil dengan cara yang sangat halus. Beliau berkata, “Ayat tersebut menunjukkan hukum (keharaman menyentuh AlQuran bagi yang tidak punya wudu)” dengan jalan isyarah. Jika Allah menyebutkan bahwa mushaf yang suci itu (di lauhil mahfudz) tidak dapat disentuh kecuali orang suci (malaikat), maka begitu pula mushaf yang ada di hadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci (dari hadats)” Saya berpendapat, inilah pendapat yang benar dan harus diikuti. Yakni pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama tentang keharaman menyentuh mushaf Quran dalam keadaan tidak suci.” Bahkan dalam Hadits Nabi dinyatakan. “Dari Abi Bakar bin Muhammad ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah pernah menulis surat kepada penduduk Yaman agar tidak menyentuh AlQuran kecuali orang yang suci (punya wudu)”. Jadi, sudah jelas hal tersebut ada dasarnya, Namun terdapat pengecualian bagi anak kecil yang belum baligh dan untuk keperluan belajar atau karena udzur syar’i yang lain.

Permasalahan Seputar Puasa dan Zakat

1. Batalkah puasanya orang yang disuntik?

Jawaban: Tidak

Maraji’: (Busyrol Karim 68)

2. Bagaimana Hukum orang yang sakit yang takut bertambah parah kemudian berniat mengqadha puasa tetapi belum sempat mengqadhanya karena meninggal dunia?

Jawaban:

Orang yang meninggalkan puasa karena sakit,jika telah sembuh dan ada kesempatan untuk mengqadhanya, maka wajib qadha sebelum datang ramadhan berikutnya.

Jika tidak mengqadha sampai ajal tiba padahal ada kesempatan mengqadha maka wajib dibayarkan fidyah dari hartanya sebanyak 1 mud atau 5/6 liter beras per hari yang ditinggalkan.

Tetapi jika sakit terus tanpa ada kesempatan mengqadha hingga meninggal maka ia terbebas dari qadha dan fidyahnya

Maraji’: (Hamisy asSarqawi ala Tahrir juzI : 441; QS. AlBaqarah:185; HR AtTirmidzi)

3. Bagaimana hukumnya orang yang menyusui apakah wajib berpuasa atau tidak? Karena anak ini tidak minum kecuali ASI. Apabila tidak berpuasa apakah harus mengqodlo' di bulan lain atau mungkin membayar denda saja?

Jawaban:

Agama Islam tidak membebani sesuatu di luar batas kemampuan para pemeluknya. Seorang ibu yang menyusui jika dia berpuasa dapat menghawatirkan kondisi anaknya, maka agama memberikan kemudahan kepadanya untuk berbuka (tidak berpuasa), namun sebagai konpensasinya, dia tetap diwajibkan qodlo dan membayar fidyah berupa makanan pokok sebesar 1 mud (6 ons) setiap harinya untuk diberikan kepada fuqara masakin. Jika dia menghawatirkan kondisi dirinya dan anaknya sekaligus, maka dia diperbolehkan berbuka, namun dia tetap diwajibkan qodlo (tanpa membayar fidyah)

Maraji': Ianatut Thalibin II, 272

Permasalahan Seputar Haji Makanan dan Qurban

1. Bagaimana hukumnya Hewan yang disembelih secara syara’ namun tetap hidup kemudian hewan itu dibunuh dengan dipukul / dibedah?

Jawaban: Hewan itu halal tapi membunuhnya makruh

Maraji’: (Bujairomi ‘alal khotib 4/25)

2. Setelah melaksanakan haji, dan pulang ke rumah, biasanya jamaah haji mengadakan syukuran atau biasa disebut walimatul hajj, apakah itu ada dasarnya?

Jawaban:

Setelah sampai ke rumah masing-masing, seorang jamaah haji disunahkan mengadakan tasyakuran yakni dengan menyembelih kambing, sapi atau unta sebagaimana hadits Nabi dalam Shahih Bukhari:2859. Meskipun dilaksanakan sebelum haji, pada hakikatnya ialah sama.

Maraji’: (Fiqh Tradisional: KH. Muhyiddin Abdushshomad)

3. Bagaimana hukumnya seorang muslim makan makanan di piring orang kafir?

Jawaban :

Hukum minum atau makan pada bejana/peralatan makan orang kafir adalah makruh. Adapun menggunakan bejana air mereka itu lebih ringan kemakruhannya. Diriwayatkan dari Abi Tsa’labah ia berkata, Aku pernah bertanya, Wahai Rasulullah sesungguhnya kami berada di negeri suatu kaum yang terdiri dari Ahlulkitab. Apakah boleh kami makan menggunakan bejana mereka itu? Rasulullah SAW menjawab, jika kamu bisa memperoleh bejana lain janganlah makan pada bejananya. Tetapi jika kamu tidak mendapatkan yang lainnya cucilah bejana itu lalu makanlah padanya.

(HR.Bukhari-Muslim)

Upaya manusia untuk meningkatkan sumber pendapatan (income) dalam sector bisnisnya, akhir-akhir ini memang cukup inovatif. Termasuk diantaranya adalah masalah formalin yang sangat meresahkan komunitas masyarakat luas. Pasalnya bahan pengawet yang semestinya digunakan untuk mengawetkan jenazah tersebut difungsikan oleh sebagian orang untuk bahan campuran makanan agar lebih tahan lama sedikit. Konsekwensinya bisa mengakibatkan penyakit, bahkan mengancam keselamatan jiwa seseorang.

Pertanyaan:

Bagaimana tinjauan syara’ terhadap makanan yang mengandung formalin berikut hukum menjualnya ?

Jawaban:

Hukum makanan yang mengandung formalin ditafsil, haram apabila ada bahaya yang nyata & boleh bila tidak bahaya. Dan hukum jual belinya haram dan sah aqadnya bila ada bahaya, dan bila tidak bahaya maka halal dan sah.

Ta’bir

1. I’anatut Tholibin juz 2 hal 354 - 355

2. I’anatut Tholibin juz 2hal 354

3. Majmuk juz 9 hal 189

4. Bajuri juz 1 hal 357

5. Buqyatul Musytarsyidin

4. Sebagai wujud loyalitas terhadap ajaran Islam, sebagian orang memanfaatkan moment-moment penting untuk melakukan ibadah demi memperoleh tambahan pahala diakhirat kelak . Gambaran konkritnya, pada saat walimah ursyi, misalnya seseorang melakukan aqiqoh, bahkan untuk menghemat biaya antara aqiqoh dan qurban dijadikan satu pada hari raya idul adha untuk anak atau orang tuanya yang sudah meninggal dunia.

Apa hukum menggabungkan Aqiqoh dengan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia ?

Jawaban:

Khilaf, menurut Ima Ibnu Hajar hanya tercapai salah satunya sedang menurut Imam Romli bisa tercapai kedua-duanya

Maraji':

1. Ismadul ain hal 77

2. Syarwani juz 9 hal 370